Hari ini dibuka dengan ayam kecap, hadiah yang selalu Ibu berikan setiap pergantian usia saya. Ucapan keriaan sebentar di rumah. Lalu berhenti setelah beberapa lama. Saya memang sedang berhenti mengakses laman media sosial, kecuali twitter, tentu saja. Ucapan datang dari orang terdekat, dari semua aplikasi percakapan instan, dan media sosial. Sejatinya, saya ingin hari ini jauh lebih panjang. Mendengar dan mengaminkan berbagai doa baik sangat menyenangkan. Beberapa kali saya menangis. Doa yang tidak diucapkan langsung pun terasa begitu magis. Kembali ke belakang, tahun kemarin memang terasa berat. Perkuliahan yang akhirnya tuntas, dilematis pekerjaan, dan romansa yang menguras emosi. Tapi akhirnya saya harus berterimakasih kepada diri sendiri. Hebat. Kuliah kamu selesai. Mimpi kamu dari jendela Busway itu terwujud. Kamu ada dalam pertemanan yang baik. Keranjang belanja online Ibu kamu bayar. Kamu sudah sejauh ini. Kita melangka...
Dengan segala romansa, dan hal-hal tentang seseorang. Saya mengunjungi kotamu, Tuan. Ini yang pertama; untuk alasan khusus. Rencana tak ada, hanya tekad dan harap agar berjalan dengan semestinya. Tiba di kotamu, saya langkahkan kaki keluar peron dari stasiun besar itu. Nasi goreng, mie kocok, mie ayam langsung menghantam saya dan alarm kelaparan bunyi tepat di halaman stasiun. Perjalanan baru dimulai. Semesta, tolong kejutkan saya. Pukul 9 malam. Betul katamu -- kotamu selalu dingin, dengan baju yang cukup tebal untuk menahan angin masuk tubuh saya, saya keluar mencari makan untuk bekal tidur lelap, nasi goreng for the rescue! Esok langkah ini lebih jauh dari rumah. Ingatan akan lebih kuat untuk merekam apa-apa yang tidak bisa ditangkap kamera. Tiba di kotamu ini untuk apa, Tuan? Baca judul dengan keras.